KEPEMIMPINAN DAN
METODE PENGORGANISASIAN PELAJAR
Oleh, Muhammad Masrullah, Lc,Mag
a A.
Pendahuluan
IPNU/IPPNU
telah bertahan di Indonesia lebih dari 50 tahun. Artinya, IPNU/IPPNU telah menjadi
bagian dari kebudayaan Indonesia. IPNU/IPPNU sebagai budaya mampu lestari
karena ia mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok tertentu para anggotanya.
Sampai berapa jauh suatu kebudayaan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan, itulah
yang akhirnya menentukan suksesnya. Sebaliknya, “sukses” IPNU/IPPNU diukur dengan
nilai-nilai kebudayaan itu sendiri dan bukan dengan sesuatu dari luar. Lantas
seberapa jauh militansi anggota IPNU/IPPNU
terhadap kebudayaannya tergantung proses penumbuhan kebudayaan tersebut.
Cerita
sukses orang Indonesia saat ini tidak bisa dilepaskan dari seseorang/kelompok
yang pernah berproses di IPNU/IPPNU,
baik di bidang usaha, akademik, birokrasi, politik, ekonomi, sosial, termasuk
pendidikan. Mereka terbentuk dengan latar aktivitas yang beragam dari periode
kepemimpinan IPNU/IPPNU
yang juga berbeda. Setiap periode kepengurusan IPNU/IPPNU telah
melahirkan anak bangsa yang mempunyai corak dan kecenderungan pilihan hidup
yang beragam. Gejala sosial ini tentu tidak lepas dari warna aktifitas yang
dominan di lingkungannya.
Di
masa yang akan datang kita tentu tidak menginginkan menjadi subkultur yang
tertinggal di tengah dinamika kehidupan yang sangat dinamis. Bagaimanakah peta
kehidupan Indonesia di masa depan? Bagaimanakah kondisi Indonesia di percaturan
dunia? Apakah yang perlu dilakukan IPNU/IPPNU?
B.
Realitas Kepemimpinan IPNU/IPPNU
Pertama
kali yang terpenting, IPNU-IPPNU harus kembali pada habitat, fitrah dan
identitasnya sebagai organisasi yang bergerak di bidang keilmuan, pengabdian
dan latihan kepemimpinan untuk masa depan. Inilah habitat IPNU-IPPNU yang
sesungguhnya. Mengingat kembali pada Keputusan Kongres XIV IPNU-IPPNU di Asrama
Haji Sukolilo Surabaya pada 18-24 Juni 2003 untuk mengembalikan IPNU-IPPNU
sebagai organisasi pelajar adalah keputusan yang tepat. Oleh karenanya harus
dibangun komitmen untuk menjadikan IPNU-IPPNU sebagai penunjang prestasi
ilmiah.
Sebaliknya,
jangan beralasan karena aktivitis IPNU-IPPNU, belajar sebagai tugas anak muda
justru terkesampingkan. IPNU-IPPNU semestinya menjadi lambang prestasi
keilmuan. Untuk itu tugas kita saat ini adalah bagaimana membuat IPNU-IPPNU
untuk menjadi komunitas belajar (learning
community) yang menunjang bagi proses pengembangan keilmuan. Karena itulah
IPNU-IPPNU harus menyediakan perangkat dan sektor keilmuan.
Pengembangan-pengembangan
IPNU-IPPNU tidak cukup hanya dengan menggunakan isu-isu ideologis. Jika
tema-tema ideologis yang dikedepankan, maka IPNU-IPPNU hanya akan terbatas pada
anak-anak NU dan semakin hari semakin menyempit. Hal ini karena tidak semua
anak-anak NU masuk IPNU-IPPNU, mungkin tidak minat karena IPNU-IPPNU tidak
menjanjikan apa-apa. Keilmuan dapat diklasifikasikan pada dua ranah : yaitu
keilmuan disipliner dimana kader IPNU-IPPNU belajar dan sekolah; dan keilmuan
keagamaan visioner.
Yang
disebut terakhir berarti bagaimana agar kader-kader IPNU-IPPNU juga mewarisi
cara berfikir keagamaan dan etika Nahdlatul Ulama. Tidak hanya mewarisi format
organisasinya. Hal ini menjadi penting agar tidak terjadi kegagalan-kegagalan
sebagaimana organisasi Islam yang hanya berbentuk format kepemimpinan, tetapi
ideologinya hilang. Organisasi-organisasi model seperti inilah yang sering
melahirkan koruptor. Dengan begitu, maka Islam tidak lagi bisa menjadi filter
dari tindakan-tindakan a-moral. Oleh karena itu harus diupayakan bagaimana
khasanah pemikiran, pengamalan agama serta tata hubungan agama dengan
masyarakat dan negara yang sudah menjadi budaya keagamaan kita, terwariskan
secara baik. Kita sadar hal ini tidak mudah untuk dilakukan.
Kepemimpinan
dalam tubuh IPNU/IPPNU dewasa ini baik dari yang terbawah sampai yang paling
atas hanya bergerak pada ranah “konservasi” (mempetahankan) budaya dan
nilai-nilai organisasi yang diwarisinya dari periode sebelumnya. Kemandegan dan
bahkan kemunduran ini bisa dilihat dari banyakanya kepengurusan yang vakum dan
bahkan mati. Meski dibeberapa tempat ada kepengurusan tapi ibaratnya ‘ hidup
segan mati tak mau’, ada kepengurusan tapi tidak ada program dan kegiatan. Hal
ini dikarenakan banyak faktor : pertama,
kurang tersedianya kader yang memiliki kepemimpinan yang visioner dan mampu
membaca perkembangan zaman. Aritinya, paradigma kepemimpinan tersandera oleh
tuntutan untuk mempertahankan tradisi tanpa mau dan mampu membuat penyegaran
dan langkah-langkah inovatif-kreatif dalam menjawab perubahan dan kemajuan
zaman. Kedua, budaya yang masih
mengungkung organiasasi ini terutama datang dari generasi tua di tubuh NU, yang
menjadikan IPNU?IPPNU tersubordinat, sehingga kurang ada keberanian untuk
membuat perubahan-perubahan.
Kegagapan
dalam mengantisipasi perubahan zaman yang begitu cepat dan perubahan gaya hidup
dikalangan masyarakat dan pelajar membuat IPNU/IPPNU membuat upaya pengkaderan
menjadi pekerjaan rumah yang berat. Pendekatan dalam pengkaderan dan perekrutan
masih menggunakan metode-metode klasikal dan cenderung berjalan ditempat. Fenomena
ini tidak hanya melanda IPNU-IPPNU, melainkan juga generasi Islam pada ormas
yang lain.
Selain
itu IPNU-IPPNU hendaknya sadar bahwa pada era sekarang orang tidak bisa ditarik
melalui dogma atau paradigma. Hal ini karena kuatnya sekularisasi keadaan dan
pragmatisasi masyarakat – manusia sosial serta membutuhkan ekonomi. Kalau
IPNU-IPPNU merekrut anggota dengan sekedar menyodorkan nama, maka hanya anak
orang NU yang terjaring. Namun kalau IPNU-IPPNU menyediakan bimbingan belajar yang
berkualitas serta berprilaku moral agama yang tekun misalnya, maka akan menarik
banyak kalangan pelajar dan orang tua, bahkan bukan hanya pelajar keturunan NU.
Melalui pengabdian IPNU-IPPNU akan besar dan sebaliknya dengan kristalisasi dan
kontradiksi sosial, IPNU-IPPNU akan semakin kecil. Ini adalah hukum sosiometri
(gejala sosiologi yang hampir bisa dipastikan). Semua gerakan radikal tidak
pernah bisa besar, karena mainstream mayoritas tidak mungkin diajak radikal.
Yang mungkin adalah diperhatikan kepentingan. Karena itulah gerakan radikal
akan selalu berubah menjadi gerakan militan. Dan militan pasti minoritas aktif
(active minority) bukan silent majority. Kongretnya, IPNU-IPPNU
sudah semestinya menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pengabdian yang rohmatan lil alamin.
Itulah
jejaring untuk merekrut kader muda terpelajar. Banyaknya anak-anak muda NU yang
masuk organisasi lain, karena organisasi kepemudaan NU tidak bisa menyajikan
pengabdian yang mewadahi. Pengabdian itu bisa berupa pelatihan, orientasi dan
lain sebagainya. Melihat kecenderungan seperti ini kita tidak perlu marah,
justru harus intropeksi untuk selanjutnya menandinginya dengan tindakan yang
lebih baik. Nahdlatul Ulama selalu kalah karena gerakannya by accident, tidak ada yang diselenggarakan by design. Setiap kegiatan dilakukan hanya karena
ketepatan-ketepatan. Karena itulah kegiatannya tidak memiliki frame yang jelas. Nah, kalau pengabdian
sudah ada, kita mulai meningkat pada latihan kepemimpinan, akan tetapi kita
tidak boleh terjebak pada salah satu alur pelatihan tapi juga diperhatihan
pelatihan yang mendukung pada pengembangan skill (profesi) dan hobi.
Namun
realitanya hari ini sedikit jauh dari harapan, dalam keadaan bangsa yang sedang
carut-marut terkadang kita bingung seraya bertanya, di mana sesungguhnya peran
IPNU/IPPNU yang katanya harapan bangsa penurus cita-cita luhur NU. Hari ini
mereka seolah-olah menjadi manusia kering dalam negeri yang terpasung.
Gerakannya menjadi lamban ketika berhadapan dengan “the Other”, organisasi ini
tidak hanya kekeringan nalar tapi gugup bahkan kehilangan identitas. Pecahnya
kemarau makna yang dirasakan beberapa tahun kebelakangan ini, belum juga di
hujani oleh gagasan segar yang menghentakkan kebekuan. Para kader ini
seolah-olah telah kehilangan panduan dalam berbangsa, berkelompok bahkan
beragama. Mereka hanya bermain dalam pusaran kehidupan yang di konstruksi oleh
orang lain. Satu sisi mereka di harapkan bisa mengubah lingkungan, namun
naifnya mereka juga ikut larut dalam lingkungan itu.
C.
Rekonstruksi kepemimpinan IPNU/IPPNU
Latihan
kepemimpinan ini tidak cukup dengan orientasi kepemimpinan. MAKESTA, LAKMUD,
LAKUT dan lain-lain adalah orientasi kepemimpinan, belum menjadi pelatihan
kepemimpinan. Setiap pemimpin dicetak melalui latihan. Pelatihan yang dimaksud
bisa berarti pelatihan formal yang difasilitasi oleh fasilitator, namun yang
jauh lebih penting adalah latihan langsung dengan peran-peran alamiah.
Orientasi kepemimpinan tetap diperlukan, tetapi peluang untuk beraksi dengan
belajar di lapangan sebagai pemimpin juga harus disediakan. Namun kepemimpinan
ini jangan dibatasi pada kepemimpinan NU dan kepemimpinan politik, tapi juga
kepemimpinan sosial pada gerakan disipliner atau interdisipliner sesuai dengan
habitat keilmuannya masing-masing. Tidak mungkin kader IPNU-IPPNU yang
sedemikian banyak akan menjadi pemimpin NU semua. Hal ini bisa dijembatani
dengan memberi peluang pada kader IPNU-IPPNU untuk ditempatkan pada
kepengurusan NU maupun lembaga-lembaganya di setiap tingkatan, baik cabang, MWC
dan ranting. Peluang ini sudah semestinya diberikan sebagai wahana belajar
kepemimpinan yang tidak lagi orientatif, melainkan sudah bersifat aksi. Tidak
hanya itu, latihan aksi kepemimpinan ini juga bisa dilakukan dalam kepengurusan
partai politik. Hal ini menjadi agenda penting karena IPNU-IPPNU adalah “anak”
NU yang paling memungkinkan untuk ditata.
Berbeda
dengan G.P Ansor yang berangggotakan massa yang sudah tidak lagi berada pada
satu level kepemimpinan yang seragam dan level pengetahuan dan pemikiran yang
setingkat. Sebagaimana NU, GP Ansor sudah berhadapan dengan real community (Masyarakat riil) yang
hitrogen. Sedangkan IPNU-IPPNU terdiri dari kader yang relatif homogen dalam
level pemikiran. Dengan level tertentu ini maka IPNU-IPPNU dapat dibentuk untuk
melakukan sikap yang sama terhadap sebuah fenomena. Kepemimpinan IPNU-IPPNU
yang dimaksud diatas mungkin bisa dalam ranah politik atau dalam ranah
disipliner. Jika kita memiliki ketrampilan tertentu dan berada di tempat
tertentu, dengan didukung oleh jiwa kepemimpinan, maka kita dapat memimpin di
tempat kita masing-masing. Kita tidak saatnya memaksakan diri untuk ngumpul
semua di NU atau di partai politik. Karena kekuatan partai adalah kekuatan
formalistik, sementara kekuatan masyarakat adalah kekuatan substansialistik.
Dengan demikian IPNU-IPPNU akan mempunyai prospek masa depan atau tidak
tergantung pada orang lain, melainkan tergantung pada kita. Tugas besar kepemimpinan
IPNU-IPPNU saat ini adalah mencari kembali formulasi gerakan untuk
mengembangkan organisasi setelah menentukan pilihan untuk “kembali ke pelajar”.
Paradigma kepemimpinan IPNU/IPPNU
seharusnya memiliki basic karakter dari
Aswaja an-Nahdliyyah, ada lima pilar kepribadian, yaitu (1) tawassuth (moderat) dalam
menyikapi berbagai persoalan. Maka kader NU tidak tidak bersikap ekstrim, baik
ekstrim kiri atau ekstrim kanan, (2) tasamuh
(toleran), dapat hidup berdampingan secara damai dengan pihak lain, (3) ishlah (reformatif), yaitu
mengupayakan perbaikan menuju arah yang lebih baik, (4) tathowwur (dinamis), yaitu
selalu melakukan kontekstualisasi dalam merespon berbagai persoalan dan
tantangan, lebih-lebih di era global, dan (5) manhajy (metodologis), yaitu selalu
menggunakan kerangka berfikir yang mengacu kepada manhaj yang telah ditetapkan
oleh ulama. Dengan bekal nilai-nilai inilah seharusnya kepemimpinan IPNU/IPPNU
harus mampu bebrbuat lebih banyak dan tidak hanya sebagai agen-agen konservasi
semata, tapi juga menjadi agen perubahan dan pencerahan. Hal
ini bisa dilakukan dengan penguatan kelembagaan dan penataan infrastruktur
organisasi secara terarah dan berkelanjutan
D.
Karakter Pemimpin dan Manager
Masih
banyak dimensi pemhaman mengenai Leader
atau Pemimpin dan Manager
atau Manajer yang berbeda, tergantung sudut pandang dan latar belakang keilmuannya.
Lihat pula Management
untuk telaah kritis. Perbedaan ini, sampai dengan tingkat tertentu tidak
menjadi masalah. Namun, ketika yang menjadi obyek pembicaraan adalah organisasi
yang merupakan kumpulan dua orang atau lebih dan mempunyai paling sedikit
tujuan umum yang sama, maka perbedaan pemahaman itu harus dikelola dengan baik
agar esensi pemahaman terhadap proses manajerial tidak begitu kabur. Sebagai
contoh, pemimpin atau ketua IPNU/IPPNU mejalankan peran manajer untuk mngelola
atau me-manajemen organisasi tersebut. Pemimpin keluarga menjalan fungsi
manajemen keluarga.
Manager
atau
Manajer adalah orang sang yang “nggulo wenthah, nyrateni, dan ngupokoro”
sumber-sumber organisasi dan sumber insani dalam organisasi untuk
mewujudkan tujuan organisasi secara bersama. Kata “nggulowenthah, nyrateni, dan
ngupokoroi” mempunyai makna mengelola segala sesuatu dan memimpin manusia dalam
organisasi dengan hati dan perasaan.
Literatur
klasik manajemen sejak Harold Koontz and Cyril O’Donnell
hingga James Stoner telah menegaskan bahwa manajemen adalah prosess.Secara umum
ada empat fungsi manajemen, yaitu Planning,
Organizing, Leading, dan Controlling.
Memimpin adalah padanan Leading,
yang artinya memerankan fungsi kepemimpinan atau leadership. Kemampuan untuk memimpin sebuah
organisasi dalam menjalankan proses manajemen akan menjadi penanda bagi
manajemen sebuah unit organisasi.
Memimpin
berarti berada di depan, memenunjukkan arah, memberi contoh, menjadi
tauladan dalam proses manajemen, dan menggerakkan anggota organisasi ke arah yang
dikehendaki oleh organisasi. Oleh karena itu, seorang pemimpin mempunyai
sumber-sumber kekuasaan
Kosa
kata manajer mencerminkan seseorang yang mengelola sebuah unit
organisasi dimana sumber insani bekerja sama untuk menggunakan sumber-sumber
organisasi guna mewujudkan paling sedikit tujuan umum yang sama. Jadi, yang
dikelola adalah sumber insani ketika menggunakan sumber-sumber organisasi
karena manajer tidak bisa bekerja sendiri. Itulah hakekat manajemen.
Oleh
karena itu, sebenarya tidak perlu lagi untuk mempertentangkan antara Leader dan Manager ketika konteks
pembicaraannya adalah manajemen organisasi. Seorang manajer pasti seorang
pemimpin, yaitu pemimpin yang memimpin organisasi. Tidak bisa dibayangkan
bagaimana kalau seorang manajer organiisasi bukan pemimpin organisasi itu.
Pemimpin
adalah orang yang memimpin, yaitu orang yang selalau berada didepan dan
inisiator, ideator, inspirator bagi insan organisasi untuk bertindak dan
bekerja dalam kegiatan organisasi . Maka, dalam berbagai penjelasan mengenai
manajemen dikenal empat fungsi manajemen, yaitu Leading, Organizing, Leading, dan Controlling. Artinya,
fungsi leading
itu melekat dalam pemahaman fungsi-fungsi manajemen..
E.
Kepemimpinan IPNU/IPPNU yang Efektif
& Situasional
Sangat penting untuk dapat membedakan
apa itu kepemimpinan dengan kepemimpinan yang efektif. Untuk menilai efektif
tidaknya sebuah kepemimpinan diIPNU/IPPNU, kita harus melihat hasil dari
kepemimpinan itu sendiri. Kriteria yang biasa dijadikan patokan sebuah
kepemimpinan yang efektif adalah hasil kerjasama antar tiap unit di organisasi
tersebut dan prestasi sebuah organisasi yang dipimpinnya ataupun unit bagiannya.
Seorang pemimpin yang dapat dikatakan efektif tidak hanya bisa mempengaruhi
bawahannya sendiri namun juga dapat memberi motivasi agar para bawahannya
bekerja dengan seluruh kemampuan dan potensi yang mereka punya untuk suatu
organisasi/kelompok yang ia pimpin, sehingga tercipta suasana dan budaya kerja
yang positif.Banyak hal yang menentukkan kesuksesan suatu organisasi, dan salah
satunya ialah kepemimpinan yang sedang berjalan dalam suatu organisasi. Ia juga
dapat menetukan sukses atau tidaknya organisasi tersebut. Tentunya kepemimpinan
tersebut ialah kepemimpinan yang efektif.
Kepemimpinan efektif adalah puncak
dari keberhasilan seseorang dalam menjalankan tugas kepemimpinan. Semua
pemimpin menginginkan agar kepemimpinan yang dijalankannya berjalan secara
efektif. Namun demikian, bahwa pada dasarnya tidak ada kepemimpinan yang
efektif atau tidak efektif. Namun efektivitas berkaitan dengan ketepatan
seseorang dalam menerapkan kepemimpinannya dalam situasi dan kondisi tertentu.
Efektif itu sendiri secara sederhana dapat diartikan sebagai “tepat guna dan
tepat sasaran.”impinan Efektif dan Situasional
Efektivitas
berarti berkaitan dengan efek atau akibat yang ditimbulkan. Seorang pemimpin
efektif dapat diukur dari peningkatan kualitas kinerja organisasi secara
keseluruhan dalam semua tahapan dalam organisasi. Tidak hanya itu, efektivitas
juga menyangkut bagaimana hubungan masing-masing anggota organisasi yang pada
titik tertentu banyak mempengaruhi perkembangan sebuah organisasi.Dalam konteks
ini, lagi-lagi, seorang pemimpin dituntut memiliki jiwa yang kreatif dalam
memahami fenomena dalam organisasi untuk kemudian mengembangkannya sesuai
dengan potensi-potensi yang dimiliki organisasi secara keseluruhan. Dalam
kerangka inilah, seorang pemimpin hendaknya memikirkan apa yang menjadi
kebutuhan para pengikutnya. Mereka ingin mengembangkan daya kreatifnya, mereka
ingin mengaktualisasikan diri dalam bentuk-bentuk pekerjaan terbaik mereka
tanpa dibatasi sepanjang sesuai dengan visi dan misi organisasi
F. Metode dan Langkah Langkah Pengorganisasian
Dalam proses pengorganisasian
IPNU/IPPNU agar tujuan bersama dapat dicapai secara efektif, perlu menetapkan
langkah-langkah tertentu sebagai petunjuk arah pelaksanaan kegiatan organisasi.Berikut
ini Metode dan langkah-langkah pengorganisasian :
Pertama, melakukan perencanaan, yaitu langkah
awal penentuan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan ke dalam bagian-bagian
spesialitas unit kerja. Dalam perencanaan pembagian kerja dimaksudkan untuk
menentukan apa yang hendak dikerjakan, sehingga anggota-anggota unit kerja
secara dini dapat mempersiapkan langkah-langkah pasti yang harus dilakukan
untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam suatu perencanaan memuat beberapa sub
langkah, yaitu:
- Perincian dan
penjelasan kegiatan yang diperlukan dalam proses kerja pencapaian tujuan
organisasi;
- Menetapkan
alasan-alasan kegiatan dan relevansinya dengan tujuan yang hendak dicapai;
- Menetapkan
lokasi, dan bahan-bahan perlengkapan kerja untuk menunjang percepatan dan
kualitas kerja agar tujuan dapat dicapai secara efektif;
- Menetapkan
standar waktu pekerjaan agar dapat diselesaikan tepat waktu;
- Menetapkan
bidang spesialisasi dan pengalaman kerja para anggota organisasi;
- Penjelasan
tentang teknis pelaksanaan kegiatan.
Pada
akhirnya perencanaan harus dibuat cukup luas yang mencakup semua tindakan yang
diperlukan, sehingga dengan demikian koordinasi dari aktivitas-aktivitas unit
kerja dapat terjamin dan terhindar dari hambatan-hambatan secara teknis.
Seluruh 3 perencanaan ditujukan agar anggota IPNU/IPPNU memperoleh gambaran
yang jelas tentang kegiatan yang harus dilakukan, sehingga usaha pencapaian
tujuan dapat berjalan secara efektif.
Kedua, dilakukan penetapan tujuan
organisasi, yaitu kepastian tujuan yang digariskan oleh anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga IPNU/IPPNU secara realistis, sehingga dapat mempermudah
anggota organisasi untuk memahami pekerjaan sesuai dengan spesialisasi
keahliannya. Langkah ini dimaksudkan agar anggota kelompok dapat lebih dinamis
dan kreatif dalam menjalankan tugas-tugas yang memang telah menjadi
tanggungjawabnya, tanpa ada unsur paksaan.
Untuk memudahkan penetapan tujuan
organisasi dan terhindar dari berbagai kesulitan, terutama mencari keseimbangan
beban kerja, keahlian dan idealisme harapan-harapan organisasi IPNU/IPPNU, maka
perlu kemampuan untuk memilih tujuan yang mendasar dari tujuan-tujuan yang ada.
Tujuan yang merupakan tujuan pokok yang benar-benar berkaitan erat dengan
pangkal tolak kelangsungan hidup suatu organisasi..
Ketiga, mencatat kekuatan dan kelemahan
metode penetapan tujuan organisasi IPNU/IPPNU sebagai acuan koreksi penentuan
langkah-langkah penetapan tujuan berikutnya. Langkah ini merupakan potensi
manajerial dalam rangka menjamin kelangsungan upaya peningkatan efektifitas
pencapaian tujuan organisasi. Kekuatan dan kelemahan yang perlu diperhitungkan
adalah kemampuan keuangan, keahlian tenaga kerja, bahan dan alat-alat, dan
sebagainya. Di samping itu juga perlu memperhatikan kelemahan-kelemahan mana
yang dapat menghambat usaha pencapaian tujuan, sehingga hal itu dapat dikoreksi
dan diatasi sejak dini.
Keempat,
merumuskan tujuan organisasi, yaitu usaha pembauran atau penghimpunan terhadap
berbagai tujuan, baik yang bersifat pribadi, kelompok maupun yang bersifat
kepentingan umum. Untuk merumuskan tujuan ini perlu mempertimbangkan berbagai
kekuatan yang ada dan yang terlibat dalam organisasi IPNU/IPPNU. Hal ini
diharapkan agar tujuan-tujuan yang telah ditetapkan itu dapat dicapai dengan
hasil yang memuaskan berbagai pihak. Dalam perumusan tujuan ini perlu
diperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
- Melibatkan individu-individu yang
bertanggungjawab telah ditetapkan secara operasional dalam perumusan
tujuan organisasian;
- Ketua umum ditetapkan sebagai
orang yang paling bertanggungjawab dalam pendelegasian tugas kepada
tingkatan yang paling bawah sehubungan dengan operasi pencapaian tujuan
organisasi;
- Tujuan harus realistik dan
diselaraskan dengan lingkungan, baik internal maupun eksternal, baik
sekarang maupun yang akan datang;
- Tujuan harus jelas, beralasan dan
bersifat menantang para anggota organisasi;
- Tujuan-tujuan umum hendaknya
dinyatakan secara sederhana agar mudah dipahami dan diingat oleh para
pelaksana operasional;
- Tujuan bidang fungsional
organisasi harus konsisten dengan tujuan umum;
- Ketua umum harus selalu meninjau
kembali tujuan yang telah ditetapkan, dan bila perlu mengubah dan
memperbaikinya sesuai dengan perkembangan tuntutan lingkungan.
Kelima,
pembagian kerja, yaitu suatu proses pembagian kerja atau pengaturan kerja
bersama dari para anggota suatu organisasi. Pembangian kerja dalam suatu
organisasi adalah mutlak, agar tidak terjadi crossing, doubleres, dan overlapping,
sehingga nampak jelas batasan tugas, wewenang dan tanggungjawab masing-masing.
Pembagian kerja yang baik merupakan kunci bagi efektivitas penyelenggaraan
kerja, terutama dalam memberikan jaminan terhadap stabilitas, kelancaran dan
efisiensi kerja.
Keenam,
pendelegasian wewenang, yaitu suatu proses pembagian tugas/kerja, pengelompokan
tugas/kerja seorang manajer sedemikian rupa, sehingga ia hanya mengerjakan
sebagian kecil saja pekerjaan yang tidak dapat diserahkan pada bawahannya.
Sedangkan sebagian besar pekerjaan-pekerjaan lainnya yang sesuai dengan bidang
bawahannya dapat diserahkan untuk dilaksanakan dengan pemberian
tanggungjawab sepenuhnya. Kepemimpinan seorang dapat dikatakan efektif, apabila
ia mempunyai kemampuan untuk melakukan pendelegasian wewenang secara tepat.
Dalam pendelegasian wewenang seorang manajer kepada bawahannya bukanlah hak
mutlak, akan tetapi sebagian besar tanggungjawab masih ada pada pihak pemberi
wewenang. Seorang manajer sebagai pemberi wewenang tetap bertanggungjawab dan
berkewajiban untuk memperhatikan serta mengawasi pelaksanaan pekerjaan para
bawahannya, terutama dalam hal menilai pelaksanaan tugas yang didelegasikan
itu.
Ketujuh,
rentang pengawasan (span of
supervision/span of authority), yaitu hubungan pengawasan yang dilakukan
oleh ketua umum. Rentang pengawasan berkaitan dengan batas jumlah bawahan yang
dapat diawasi secara efektif oleh ketua umum. Semakin besar jumlah rentang
pengawasan yang ditangani, maka semakin kecil efektivitas koordinasi yang dapat
dilakukan terhadap bawahannya. Semakin besar jumlah bawahannya, maka semakin
sulit untuk melakukan pengawasan secara cermat dan efektif. Untuk mempermudah
seorang pemimpin untuk mengawasi seluruh organisasinya, maka ia perlu melakukan
pendelegasian wewenang terhadap anggotanya yang dianggap mampu untuk
membantunya dalam proses pengawasan tersebut.
G. Kesimpulan
Agenda kaderisasi yang diselenggarakan oleh IPNU/IPPNU
dapat berjalan dengan lebih optimal, efektif dan berkualitas untuk menjamin
keberlangsungan regenerasi di masa mendatang Pertama terumuskannya Sistem
Kaderisasi IPNU/IPPNU yang dapat dijadikan sebagai referensi dan pedoman pelaksanaan
kaderisasi dan kedua, terumuskannya rencana aksi bidang kaderisasi secara dalam
rangka merevitalisasi gerakan kaderisasi IPNU/IPPNU. Visi
besar IPNU-IPPNU kedepan bahwa ada 3 hal yang sebenarnya harus menjadi bidikan
utama dari ruang gerak IPNU-IPPNU, yaitu visi kepelajaran, visi sosial
kebangsaan dan visi keislaman.
Latihan
kepemimpinan tidak saja hanya sebatas wacana dan teori akan tatapi merupkan
proses alamiah, dan berkesinambungan
melalui trial and error dalam
membentuk calon-calon pemimpin IPNU/IPPNU pada khususnya, masyarakat, NU dan
bangsa pada umumnya. Kepemimpinan yang diharapkan adalah kepemimpinan yang
amanah, visioner, inovatif, kreatif yang mampu mempertahankan nilai-nilai,
melestarikan dan juga mengembangkannya sesuai dengan perkembangan dan tantangan
zaman