Jumat, 16 Agustus 2013

Kepemimpinan dan Metode Pengorganisasian Pelajar



KEPEMIMPINAN DAN METODE PENGORGANISASIAN PELAJAR
Oleh, Muhammad Masrullah, Lc,Mag[1]

a    A.      Pendahuluan

IPNU/IPPNU telah bertahan di Indonesia lebih dari 50 tahun. Artinya, IPNU/IPPNU telah menjadi bagian dari kebudayaan Indonesia. IPNU/IPPNU sebagai budaya mampu lestari karena ia mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok tertentu para anggotanya. Sampai berapa jauh suatu kebudayaan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan, itulah yang akhirnya menentukan suksesnya. Sebaliknya, “sukses” IPNU/IPPNU diukur dengan nilai-nilai kebudayaan itu sendiri dan bukan dengan sesuatu dari luar. Lantas seberapa jauh militansi anggota IPNU/IPPNU terhadap kebudayaannya tergantung proses penumbuhan kebudayaan tersebut.
Cerita sukses orang Indonesia saat ini tidak bisa dilepaskan dari seseorang/kelompok yang pernah berproses di IPNU/IPPNU, baik di bidang usaha, akademik, birokrasi, politik, ekonomi, sosial, termasuk pendidikan. Mereka terbentuk dengan latar aktivitas yang beragam dari periode kepemimpinan IPNU/IPPNU yang juga berbeda. Setiap periode kepengurusan IPNU/IPPNU telah melahirkan anak bangsa yang mempunyai corak dan kecenderungan pilihan hidup yang beragam. Gejala sosial ini tentu tidak lepas dari warna aktifitas yang dominan di lingkungannya.
Di masa yang akan datang kita tentu tidak menginginkan menjadi subkultur yang tertinggal di tengah dinamika kehidupan yang sangat dinamis. Bagaimanakah peta kehidupan Indonesia di masa depan? Bagaimanakah kondisi Indonesia di percaturan dunia? Apakah yang perlu dilakukan IPNU/IPPNU? 

B. Realitas Kepemimpinan IPNU/IPPNU  

Pertama kali yang terpenting, IPNU-IPPNU harus kembali pada habitat, fitrah dan identitasnya sebagai organisasi yang bergerak di bidang keilmuan, pengabdian dan latihan kepemimpinan untuk masa depan. Inilah habitat IPNU-IPPNU yang sesungguhnya. Mengingat kembali pada Keputusan Kongres XIV IPNU-IPPNU di Asrama Haji Sukolilo Surabaya pada 18-24 Juni 2003 untuk mengembalikan IPNU-IPPNU sebagai organisasi pelajar adalah keputusan yang tepat. Oleh karenanya harus dibangun komitmen untuk menjadikan IPNU-IPPNU sebagai penunjang prestasi ilmiah.
Sebaliknya, jangan beralasan karena aktivitis IPNU-IPPNU, belajar sebagai tugas anak muda justru terkesampingkan. IPNU-IPPNU semestinya menjadi lambang prestasi keilmuan. Untuk itu tugas kita saat ini adalah bagaimana membuat IPNU-IPPNU untuk menjadi komunitas belajar (learning community) yang menunjang bagi proses pengembangan keilmuan. Karena itulah IPNU-IPPNU harus menyediakan perangkat dan sektor keilmuan.
Pengembangan-pengembangan IPNU-IPPNU tidak cukup hanya dengan menggunakan isu-isu ideologis. Jika tema-tema ideologis yang dikedepankan, maka IPNU-IPPNU hanya akan terbatas pada anak-anak NU dan semakin hari semakin menyempit. Hal ini karena tidak semua anak-anak NU masuk IPNU-IPPNU, mungkin tidak minat karena IPNU-IPPNU tidak menjanjikan apa-apa. Keilmuan dapat diklasifikasikan pada dua ranah : yaitu keilmuan disipliner dimana kader IPNU-IPPNU belajar dan sekolah; dan keilmuan keagamaan visioner.
Yang disebut terakhir berarti bagaimana agar kader-kader IPNU-IPPNU juga mewarisi cara berfikir keagamaan dan etika Nahdlatul Ulama. Tidak hanya mewarisi format organisasinya. Hal ini menjadi penting agar tidak terjadi kegagalan-kegagalan sebagaimana organisasi Islam yang hanya berbentuk format kepemimpinan, tetapi ideologinya hilang. Organisasi-organisasi model seperti inilah yang sering melahirkan koruptor. Dengan begitu, maka Islam tidak lagi bisa menjadi filter dari tindakan-tindakan a-moral. Oleh karena itu harus diupayakan bagaimana khasanah pemikiran, pengamalan agama serta tata hubungan agama dengan masyarakat dan negara yang sudah menjadi budaya keagamaan kita, terwariskan secara baik. Kita sadar hal ini tidak mudah untuk dilakukan.
Kepemimpinan dalam tubuh IPNU/IPPNU dewasa ini baik dari yang terbawah sampai yang paling atas hanya bergerak pada ranah “konservasi” (mempetahankan) budaya dan nilai-nilai organisasi yang diwarisinya dari periode sebelumnya. Kemandegan dan bahkan kemunduran ini bisa dilihat dari banyakanya kepengurusan yang vakum dan bahkan mati. Meski dibeberapa tempat ada kepengurusan tapi ibaratnya ‘ hidup segan mati tak mau’, ada kepengurusan tapi tidak ada program dan kegiatan. Hal ini dikarenakan banyak faktor : pertama, kurang tersedianya kader yang memiliki kepemimpinan yang visioner dan mampu membaca perkembangan zaman. Aritinya, paradigma kepemimpinan tersandera oleh tuntutan untuk mempertahankan tradisi tanpa mau dan mampu membuat penyegaran dan langkah-langkah inovatif-kreatif dalam menjawab perubahan dan kemajuan zaman. Kedua, budaya yang masih mengungkung organiasasi ini terutama datang dari generasi tua di tubuh NU, yang menjadikan IPNU?IPPNU tersubordinat, sehingga kurang ada keberanian untuk membuat perubahan-perubahan.
Kegagapan dalam mengantisipasi perubahan zaman yang begitu cepat dan perubahan gaya hidup dikalangan masyarakat dan pelajar membuat IPNU/IPPNU membuat upaya pengkaderan menjadi pekerjaan rumah yang berat. Pendekatan dalam pengkaderan dan perekrutan masih menggunakan metode-metode klasikal dan cenderung berjalan ditempat. Fenomena ini tidak hanya melanda IPNU-IPPNU, melainkan juga generasi Islam pada ormas yang lain.
Selain itu IPNU-IPPNU hendaknya sadar bahwa pada era sekarang orang tidak bisa ditarik melalui dogma atau paradigma. Hal ini karena kuatnya sekularisasi keadaan dan pragmatisasi masyarakat – manusia sosial serta membutuhkan ekonomi. Kalau IPNU-IPPNU merekrut anggota dengan sekedar menyodorkan nama, maka hanya anak orang NU yang terjaring. Namun kalau IPNU-IPPNU menyediakan bimbingan belajar yang berkualitas serta berprilaku moral agama yang tekun misalnya, maka akan menarik banyak kalangan pelajar dan orang tua, bahkan bukan hanya pelajar keturunan NU. Melalui pengabdian IPNU-IPPNU akan besar dan sebaliknya dengan kristalisasi dan kontradiksi sosial, IPNU-IPPNU akan semakin kecil. Ini adalah hukum sosiometri (gejala sosiologi yang hampir bisa dipastikan). Semua gerakan radikal tidak pernah bisa besar, karena mainstream mayoritas tidak mungkin diajak radikal. Yang mungkin adalah diperhatikan kepentingan. Karena itulah gerakan radikal akan selalu berubah menjadi gerakan militan. Dan militan pasti minoritas aktif (active minority) bukan silent majority. Kongretnya, IPNU-IPPNU sudah semestinya menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pengabdian yang rohmatan lil alamin.
Itulah jejaring untuk merekrut kader muda terpelajar. Banyaknya anak-anak muda NU yang masuk organisasi lain, karena organisasi kepemudaan NU tidak bisa menyajikan pengabdian yang mewadahi. Pengabdian itu bisa berupa pelatihan, orientasi dan lain sebagainya. Melihat kecenderungan seperti ini kita tidak perlu marah, justru harus intropeksi untuk selanjutnya menandinginya dengan tindakan yang lebih baik. Nahdlatul Ulama selalu kalah karena gerakannya by accident, tidak ada yang diselenggarakan by design. Setiap kegiatan dilakukan hanya karena ketepatan-ketepatan. Karena itulah kegiatannya tidak memiliki frame yang jelas. Nah, kalau pengabdian sudah ada, kita mulai meningkat pada latihan kepemimpinan, akan tetapi kita tidak boleh terjebak pada salah satu alur pelatihan tapi juga diperhatihan pelatihan yang mendukung pada pengembangan skill (profesi) dan hobi.
Namun realitanya hari ini sedikit jauh dari harapan, dalam keadaan bangsa yang sedang carut-marut terkadang kita bingung seraya bertanya, di mana sesungguhnya peran IPNU/IPPNU yang katanya harapan bangsa penurus cita-cita luhur NU. Hari ini mereka seolah-olah menjadi manusia kering dalam negeri yang terpasung. Gerakannya menjadi lamban ketika berhadapan dengan “the Other”, organisasi ini tidak hanya kekeringan nalar tapi gugup bahkan kehilangan identitas. Pecahnya kemarau makna yang dirasakan beberapa tahun kebelakangan ini, belum juga di hujani oleh gagasan segar yang menghentakkan kebekuan. Para kader ini seolah-olah telah kehilangan panduan dalam berbangsa, berkelompok bahkan beragama. Mereka hanya bermain dalam pusaran kehidupan yang di konstruksi oleh orang lain. Satu sisi mereka di harapkan bisa mengubah lingkungan, namun naifnya mereka juga ikut larut dalam lingkungan itu.

C. Rekonstruksi kepemimpinan IPNU/IPPNU

Latihan kepemimpinan ini tidak cukup dengan orientasi kepemimpinan. MAKESTA, LAKMUD, LAKUT dan lain-lain adalah orientasi kepemimpinan, belum menjadi pelatihan kepemimpinan. Setiap pemimpin dicetak melalui latihan. Pelatihan yang dimaksud bisa berarti pelatihan formal yang difasilitasi oleh fasilitator, namun yang jauh lebih penting adalah latihan langsung dengan peran-peran alamiah. Orientasi kepemimpinan tetap diperlukan, tetapi peluang untuk beraksi dengan belajar di lapangan sebagai pemimpin juga harus disediakan. Namun kepemimpinan ini jangan dibatasi pada kepemimpinan NU dan kepemimpinan politik, tapi juga kepemimpinan sosial pada gerakan disipliner atau interdisipliner sesuai dengan habitat keilmuannya masing-masing. Tidak mungkin kader IPNU-IPPNU yang sedemikian banyak akan menjadi pemimpin NU semua. Hal ini bisa dijembatani dengan memberi peluang pada kader IPNU-IPPNU untuk ditempatkan pada kepengurusan NU maupun lembaga-lembaganya di setiap tingkatan, baik cabang, MWC dan ranting. Peluang ini sudah semestinya diberikan sebagai wahana belajar kepemimpinan yang tidak lagi orientatif, melainkan sudah bersifat aksi. Tidak hanya itu, latihan aksi kepemimpinan ini juga bisa dilakukan dalam kepengurusan partai politik. Hal ini menjadi agenda penting karena IPNU-IPPNU adalah “anak” NU yang paling memungkinkan untuk ditata.
Berbeda dengan G.P Ansor yang berangggotakan massa yang sudah tidak lagi berada pada satu level kepemimpinan yang seragam dan level pengetahuan dan pemikiran yang setingkat. Sebagaimana NU, GP Ansor sudah berhadapan dengan real community (Masyarakat riil) yang hitrogen. Sedangkan IPNU-IPPNU terdiri dari kader yang relatif homogen dalam level pemikiran. Dengan level tertentu ini maka IPNU-IPPNU dapat dibentuk untuk melakukan sikap yang sama terhadap sebuah fenomena. Kepemimpinan IPNU-IPPNU yang dimaksud diatas mungkin bisa dalam ranah politik atau dalam ranah disipliner. Jika kita memiliki ketrampilan tertentu dan berada di tempat tertentu, dengan didukung oleh jiwa kepemimpinan, maka kita dapat memimpin di tempat kita masing-masing. Kita tidak saatnya memaksakan diri untuk ngumpul semua di NU atau di partai politik. Karena kekuatan partai adalah kekuatan formalistik, sementara kekuatan masyarakat adalah kekuatan substansialistik. Dengan demikian IPNU-IPPNU akan mempunyai prospek masa depan atau tidak tergantung pada orang lain, melainkan tergantung pada kita. Tugas besar kepemimpinan IPNU-IPPNU saat ini adalah mencari kembali formulasi gerakan untuk mengembangkan organisasi setelah menentukan pilihan untuk “kembali ke pelajar”.
Paradigma kepemimpinan IPNU/IPPNU seharusnya  memiliki basic karakter dari Aswaja an-Nahdliyyah, ada lima pilar kepribadian, yaitu (1) tawassuth (moderat) dalam menyikapi berbagai persoalan. Maka kader NU tidak tidak bersikap ekstrim, baik ekstrim kiri atau ekstrim kanan, (2) tasamuh (toleran), dapat hidup berdampingan secara damai dengan pihak lain, (3) ishlah (reformatif), yaitu mengupayakan perbaikan menuju arah yang lebih baik, (4) tathowwur (dinamis), yaitu selalu melakukan kontekstualisasi dalam merespon berbagai persoalan dan tantangan, lebih-lebih di era global, dan (5) manhajy (metodologis), yaitu selalu menggunakan kerangka berfikir yang mengacu kepada manhaj yang telah ditetapkan oleh ulama. Dengan bekal nilai-nilai inilah seharusnya kepemimpinan IPNU/IPPNU harus mampu bebrbuat lebih banyak dan tidak hanya sebagai agen-agen konservasi semata, tapi juga menjadi agen perubahan dan pencerahan.  Hal ini bisa dilakukan dengan penguatan kelembagaan dan penataan infrastruktur organisasi secara terarah dan berkelanjutan

D.    Karakter Pemimpin dan Manager 

Masih banyak dimensi pemhaman mengenai Leader atau Pemimpin dan Manager atau Manajer yang berbeda, tergantung sudut pandang dan latar belakang keilmuannya. Lihat pula Management untuk telaah kritis. Perbedaan ini, sampai dengan tingkat tertentu tidak menjadi masalah. Namun, ketika yang menjadi obyek pembicaraan adalah organisasi yang merupakan kumpulan dua orang atau lebih dan mempunyai paling sedikit tujuan umum yang sama, maka perbedaan pemahaman itu harus dikelola dengan baik agar esensi pemahaman terhadap proses manajerial tidak begitu kabur. Sebagai contoh, pemimpin atau ketua IPNU/IPPNU mejalankan peran manajer untuk mngelola atau me-manajemen organisasi tersebut. Pemimpin keluarga menjalan fungsi manajemen keluarga.
Manager atau Manajer adalah orang sang yang “nggulo wenthah, nyrateni, dan ngupokoro” sumber-sumber organisasi dan  sumber insani dalam organisasi untuk mewujudkan tujuan organisasi secara bersama. Kata “nggulowenthah, nyrateni, dan ngupokoroi” mempunyai makna mengelola segala sesuatu dan memimpin manusia dalam organisasi dengan hati dan perasaan.
Literatur klasik manajemen sejak Harold Koontz and Cyril O’Donnell hingga James Stoner telah menegaskan bahwa manajemen adalah prosess.Secara umum ada empat fungsi manajemen, yaitu Planning, Organizing, Leading, dan Controlling. Memimpin adalah padanan Leading, yang artinya memerankan fungsi kepemimpinan atau leadership. Kemampuan untuk memimpin sebuah organisasi dalam menjalankan proses manajemen akan menjadi penanda bagi manajemen sebuah unit organisasi.
Memimpin berarti berada di depan,  memenunjukkan arah, memberi contoh, menjadi tauladan dalam proses manajemen, dan menggerakkan anggota organisasi ke arah yang dikehendaki oleh organisasi. Oleh karena itu, seorang pemimpin mempunyai sumber-sumber kekuasaan
Kosa kata  manajer mencerminkan seseorang yang  mengelola sebuah unit organisasi dimana sumber insani bekerja sama untuk menggunakan sumber-sumber organisasi guna mewujudkan paling sedikit tujuan umum yang sama. Jadi, yang dikelola adalah sumber insani ketika menggunakan sumber-sumber organisasi karena manajer tidak bisa bekerja sendiri. Itulah hakekat manajemen.
Oleh karena itu, sebenarya tidak perlu lagi untuk mempertentangkan antara Leader dan Manager ketika konteks pembicaraannya adalah manajemen organisasi. Seorang manajer pasti seorang pemimpin, yaitu pemimpin yang memimpin organisasi. Tidak bisa dibayangkan bagaimana kalau seorang manajer organiisasi bukan pemimpin organisasi itu.
Pemimpin adalah orang yang memimpin, yaitu orang yang selalau berada didepan dan inisiator, ideator, inspirator bagi insan organisasi untuk bertindak dan bekerja dalam kegiatan organisasi . Maka, dalam berbagai penjelasan mengenai manajemen dikenal empat fungsi manajemen, yaitu Leading, Organizing, Leading, dan Controlling. Artinya, fungsi  leading itu melekat dalam pemahaman fungsi-fungsi manajemen..

E.     Kepemimpinan IPNU/IPPNU yang Efektif & Situasional


Sangat penting untuk dapat membedakan apa itu kepemimpinan dengan kepemimpinan yang efektif. Untuk menilai efektif tidaknya sebuah kepemimpinan diIPNU/IPPNU, kita harus melihat hasil dari kepemimpinan itu sendiri. Kriteria yang biasa dijadikan patokan sebuah kepemimpinan yang efektif adalah hasil kerjasama antar tiap unit di organisasi tersebut dan prestasi sebuah organisasi yang dipimpinnya ataupun unit bagiannya. Seorang pemimpin yang dapat dikatakan efektif tidak hanya bisa mempengaruhi bawahannya sendiri namun juga dapat memberi motivasi agar para bawahannya bekerja dengan seluruh kemampuan dan potensi yang mereka punya untuk suatu organisasi/kelompok yang ia pimpin, sehingga tercipta suasana dan budaya kerja yang positif.Banyak hal yang menentukkan kesuksesan suatu organisasi, dan salah satunya ialah kepemimpinan yang sedang berjalan dalam suatu organisasi. Ia juga dapat menetukan sukses atau tidaknya organisasi tersebut. Tentunya kepemimpinan tersebut ialah kepemimpinan yang efektif.
Kepemimpinan efektif adalah puncak dari keberhasilan seseorang dalam menjalankan tugas kepemimpinan. Semua pemimpin menginginkan agar kepemimpinan yang dijalankannya berjalan secara efektif. Namun demikian, bahwa pada dasarnya tidak ada kepemimpinan yang efektif atau tidak efektif. Namun efektivitas berkaitan dengan ketepatan seseorang dalam menerapkan kepemimpinannya dalam situasi dan kondisi tertentu. Efektif itu sendiri secara sederhana dapat diartikan sebagai “tepat guna dan tepat sasaran.”impinan Efektif dan Situasional
Efektivitas berarti berkaitan dengan efek atau akibat yang ditimbulkan. Seorang pemimpin efektif dapat diukur dari peningkatan kualitas kinerja organisasi secara keseluruhan dalam semua tahapan dalam organisasi. Tidak hanya itu, efektivitas juga menyangkut bagaimana hubungan masing-masing anggota organisasi yang pada titik tertentu banyak mempengaruhi perkembangan sebuah organisasi.Dalam konteks ini, lagi-lagi, seorang pemimpin dituntut memiliki jiwa yang kreatif dalam memahami fenomena dalam organisasi untuk kemudian mengembangkannya sesuai dengan potensi-potensi yang dimiliki organisasi secara keseluruhan. Dalam kerangka inilah, seorang pemimpin hendaknya memikirkan apa yang menjadi kebutuhan para pengikutnya. Mereka ingin mengembangkan daya kreatifnya, mereka ingin mengaktualisasikan diri dalam bentuk-bentuk pekerjaan terbaik mereka tanpa dibatasi sepanjang sesuai dengan visi dan misi organisasi

F.      Metode dan Langkah Langkah Pengorganisasian
 
Dalam proses pengorganisasian IPNU/IPPNU agar tujuan bersama dapat dicapai secara efektif, perlu menetapkan langkah-langkah tertentu sebagai petunjuk arah pelaksanaan kegiatan organisasi.Berikut ini Metode dan langkah-langkah pengorganisasian :
Pertama, melakukan perencanaan, yaitu langkah awal penentuan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan ke dalam bagian-bagian spesialitas unit kerja. Dalam perencanaan pembagian kerja dimaksudkan untuk menentukan apa yang hendak dikerjakan, sehingga anggota-anggota unit kerja secara dini dapat mempersiapkan langkah-langkah pasti yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam suatu perencanaan memuat beberapa sub langkah, yaitu:
  1. Perincian dan penjelasan kegiatan yang diperlukan dalam proses kerja pencapaian tujuan organisasi;
  2. Menetapkan alasan-alasan kegiatan dan relevansinya dengan tujuan yang hendak dicapai;
  3. Menetapkan lokasi, dan bahan-bahan perlengkapan kerja untuk menunjang percepatan dan kualitas kerja agar tujuan dapat dicapai secara efektif;
  4. Menetapkan standar waktu pekerjaan agar dapat diselesaikan tepat waktu;
  5. Menetapkan bidang spesialisasi dan pengalaman kerja para anggota organisasi;
  6. Penjelasan tentang teknis pelaksanaan kegiatan.
Pada akhirnya perencanaan harus dibuat cukup luas yang mencakup semua tindakan yang diperlukan, sehingga dengan demikian koordinasi dari aktivitas-aktivitas unit kerja dapat terjamin dan terhindar dari hambatan-hambatan secara teknis. Seluruh 3 perencanaan ditujukan agar anggota IPNU/IPPNU memperoleh gambaran yang jelas tentang kegiatan yang harus dilakukan, sehingga usaha pencapaian tujuan dapat berjalan secara efektif.
Kedua, dilakukan penetapan tujuan organisasi, yaitu kepastian tujuan yang digariskan oleh anggaran dasar dan anggaran rumah tangga IPNU/IPPNU secara realistis, sehingga dapat mempermudah anggota organisasi untuk memahami pekerjaan sesuai dengan spesialisasi keahliannya. Langkah ini dimaksudkan agar anggota kelompok dapat lebih dinamis dan kreatif dalam menjalankan tugas-tugas yang memang telah menjadi tanggungjawabnya, tanpa ada unsur paksaan.
Untuk memudahkan penetapan tujuan organisasi dan terhindar dari berbagai kesulitan, terutama mencari keseimbangan beban kerja, keahlian dan idealisme harapan-harapan organisasi IPNU/IPPNU, maka perlu kemampuan untuk memilih tujuan yang mendasar dari tujuan-tujuan yang ada. Tujuan yang merupakan tujuan pokok yang benar-benar berkaitan erat dengan pangkal tolak kelangsungan hidup suatu organisasi..
Ketiga, mencatat kekuatan dan kelemahan metode penetapan tujuan organisasi IPNU/IPPNU sebagai acuan koreksi penentuan langkah-langkah penetapan tujuan berikutnya. Langkah ini merupakan potensi manajerial dalam rangka menjamin kelangsungan upaya peningkatan efektifitas pencapaian tujuan organisasi. Kekuatan dan kelemahan yang perlu diperhitungkan adalah kemampuan keuangan, keahlian tenaga kerja, bahan dan alat-alat, dan sebagainya. Di samping itu juga perlu memperhatikan kelemahan-kelemahan mana yang dapat menghambat usaha pencapaian tujuan, sehingga hal itu dapat dikoreksi dan diatasi sejak dini.
Keempat, merumuskan tujuan organisasi, yaitu usaha pembauran atau penghimpunan terhadap berbagai tujuan, baik yang bersifat pribadi, kelompok maupun yang bersifat kepentingan umum. Untuk merumuskan tujuan ini perlu mempertimbangkan berbagai kekuatan yang ada dan yang terlibat dalam organisasi IPNU/IPPNU. Hal ini diharapkan agar tujuan-tujuan yang telah ditetapkan itu dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan berbagai pihak. Dalam perumusan tujuan ini perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
  1. Melibatkan individu-individu yang bertanggungjawab telah ditetapkan secara operasional dalam perumusan tujuan organisasian;
  2. Ketua umum ditetapkan sebagai orang yang paling bertanggungjawab dalam pendelegasian tugas kepada tingkatan yang paling bawah sehubungan dengan operasi pencapaian tujuan organisasi;
  3. Tujuan harus realistik dan diselaraskan dengan lingkungan, baik internal maupun eksternal, baik sekarang maupun yang akan datang;
  4. Tujuan harus jelas, beralasan dan bersifat menantang para anggota organisasi;
  5. Tujuan-tujuan umum hendaknya dinyatakan secara sederhana agar mudah dipahami dan diingat oleh para pelaksana operasional;
  6. Tujuan bidang fungsional organisasi harus konsisten dengan tujuan umum;
  7. Ketua umum harus selalu meninjau kembali tujuan yang telah ditetapkan, dan bila perlu mengubah dan memperbaikinya sesuai dengan perkembangan tuntutan lingkungan.
Kelima, pembagian kerja, yaitu suatu proses pembagian kerja atau pengaturan kerja bersama dari para anggota suatu organisasi. Pembangian kerja dalam suatu organisasi adalah mutlak, agar tidak terjadi crossing, doubleres, dan overlapping, sehingga nampak jelas batasan tugas, wewenang dan tanggungjawab masing-masing. Pembagian kerja yang baik merupakan kunci bagi efektivitas penyelenggaraan kerja, terutama dalam memberikan jaminan terhadap stabilitas, kelancaran dan efisiensi kerja.
Keenam, pendelegasian wewenang, yaitu suatu proses pembagian tugas/kerja, pengelompokan tugas/kerja seorang manajer sedemikian rupa, sehingga ia hanya mengerjakan sebagian kecil saja pekerjaan yang tidak dapat diserahkan pada bawahannya. Sedangkan sebagian besar pekerjaan-pekerjaan lainnya yang sesuai dengan bidang bawahannya dapat diserahkan untuk dilaksanakan dengan pemberian
tanggungjawab sepenuhnya. Kepemimpinan seorang dapat dikatakan efektif, apabila ia mempunyai kemampuan untuk melakukan pendelegasian wewenang secara tepat. Dalam pendelegasian wewenang seorang manajer kepada bawahannya bukanlah hak mutlak, akan tetapi sebagian besar tanggungjawab masih ada pada pihak pemberi wewenang. Seorang manajer sebagai pemberi wewenang tetap bertanggungjawab dan berkewajiban untuk memperhatikan serta mengawasi pelaksanaan pekerjaan para bawahannya, terutama dalam hal menilai pelaksanaan tugas yang didelegasikan itu.
Ketujuh, rentang pengawasan (span of supervision/span of authority), yaitu hubungan pengawasan yang dilakukan oleh ketua umum. Rentang pengawasan berkaitan dengan batas jumlah bawahan yang dapat diawasi secara efektif oleh ketua umum. Semakin besar jumlah rentang pengawasan yang ditangani, maka semakin kecil efektivitas koordinasi yang dapat dilakukan terhadap bawahannya. Semakin besar jumlah bawahannya, maka semakin sulit untuk melakukan pengawasan secara cermat dan efektif. Untuk mempermudah seorang pemimpin untuk mengawasi seluruh organisasinya, maka ia perlu melakukan pendelegasian wewenang terhadap anggotanya yang dianggap mampu untuk membantunya dalam proses pengawasan tersebut.
G.    Kesimpulan
Agenda kaderisasi yang diselenggarakan oleh IPNU/IPPNU dapat berjalan dengan lebih optimal, efektif dan berkualitas untuk menjamin keberlangsungan regenerasi di masa mendatang Pertama terumuskannya Sistem Kaderisasi IPNU/IPPNU yang dapat dijadikan sebagai referensi dan pedoman pelaksanaan kaderisasi dan kedua, terumuskannya rencana aksi bidang kaderisasi secara dalam rangka merevitalisasi gerakan kaderisasi IPNU/IPPNU. Visi besar IPNU-IPPNU kedepan bahwa ada 3 hal yang sebenarnya harus menjadi bidikan utama dari ruang gerak IPNU-IPPNU, yaitu visi kepelajaran, visi sosial kebangsaan dan visi keislaman.
Latihan kepemimpinan tidak saja hanya sebatas wacana dan teori akan tatapi merupkan proses alamiah,  dan berkesinambungan melalui trial and error dalam membentuk calon-calon pemimpin IPNU/IPPNU pada khususnya, masyarakat, NU dan bangsa pada umumnya. Kepemimpinan yang diharapkan adalah kepemimpinan yang amanah, visioner, inovatif, kreatif yang mampu mempertahankan nilai-nilai, melestarikan dan juga mengembangkannya sesuai dengan perkembangan dan tantangan zaman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar